Makalah Ushul Fiqh tentang Al-Quran Jurusan AT Semester 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Quran merupakan pedoman sekaligus pegangan hidup
setiap insan, juga di dalamnya tersirat hal-hal penting yang harus dipelajari
guna memahami serta mengamalkan syariat-syariat yang ada di dalamnya.
dalam makalah ini, pemakalah akan menyajikan makalah
mengenai pembahasan Al-Quran, baik dari segi kandungannya, Asbabun Nuzul dan
kehujjahannya dalam pengambilan hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Quran
Secara Bahasa, Merupakan mashdar dari kata kerja Qoro’a (berarti
: membaca)
Secara Istilah Adalah
Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya,
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat Al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Naas. Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran kepadamu
(hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.
(al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2).
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2).
Allah ta’ala telah menjaga Al-Quran yang agung ini dari
upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah
menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami-lah
yang menunkan Al-Quran dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (Al-Hijr:9)
Al-Quran adalah wahyu Allah SWT yang merupakan mu’jizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum dan pedoman hidup
bagi pemeluk Islam dan bernilai ibadah yang membacanya.
Ø Dasar-dasar Al-Quran Dalam Membuat Hukum
1. Tidak memberatkan
“Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Misalnya:
o Boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadhan.
o Boleh makan-makanan yang diharamkan jika dalam keadaan
terpaksa.
o Boleh bertayamum sebagai ganti wudhu’
2.
Menyedikitkan
beban
Dari prinsip
tidak memberatkan itu, maka terciptalah prinsip menyedikitkan beban agar
menjadi tidak berat. Karena itulah lahir hukum-hukum yang sifatnya rukhsah.
Seperti: mengqashar sholat.
3.
Berangsur-angsur
dalam menetapkan hukum
Hal ini dapat diketahui, umpamanya; ketika mengharamkan
khomr.
4.
Menginformasikan
manfaat dan mahdhorotnya.
5.
Mengharamkan
pada waktu terbatas, yaitu; sebelum sholat.
6.
Larangan
secara tegas untuk selama-lamanya.
Ø Fungsi dan Isi Kandungan Al-Quran
Fungsi Al-Quran
1. Petunjuk bagi Manusia.
2. Sumber pokok ajaran islam.
3. Peringatan dan pelajaran bagi manusia.
4. Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw.
Ø
Tujuan Pokok
Al-Quran:
Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan
menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia
dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan
menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, “Al-Quran
adalah petunjuk bagi seluruh manusia ke jalan yang harus ditempuh demi
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”
Ø Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan AlQur’an:
o Akidah
o Syari’ah
o Janji dan ancaman
o Hukum
o Akhlak
o Kisah-kisah umat terdahulu
o Fenomena Alam
.
B.
Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”.
Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah Sebab-sebab yang melatar belakangi
terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatar belakangi terjadinya
sesuatu bisa disebut Asbabun Nuzul, namaun dalam pemakaiannya, ungkapan Asbabun
Nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi
turunya Al-Quran, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan
bagi sebab-sebab terjadinya hadist.[1]
Sedangkan secara terminologi atau istilah Asbabun Nuzul dapat diartikan
sebagai sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Quran kepada
Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau
pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
C.
Dalil Dzanni dan Qat’i
Adapun nash-nash Al-Quran itu darii segi
dalalahnya terhadap hukum-hukum yang dikandungnya, maka ia terjadi menjadi dua
bagian, yaitu:
1.
Nash yangg qoth’i dalalahnya terhadap hukumnya
2.
Nash yangg zhanni dalalahnya terhadap
hukumnya.
Istilah qath’i dan zhanni masing masing terdiri atas dua bagian,
yaitu yangg menyangkut al-tsubut (kebenaran sumber) dan al-dalalah (kandungan makna). Tidak terdapat perbedaan
pendapat dikalangan umat Islam menyangkut kebenaran sumber Al-Quran.
Nash atau ayat yang bersifat qath’i ialah
lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna
lain darinya. pada dan tidak ada
peluang untukk memahami
makna selain dari makna
tekstualnya.[2]
Dalil-dalil qath’i dapat dipahami begitu saja dan penolakan
terhadapnya berarti bentuk kekufuran. Misalnya, masalah akidah, seperti
keyakinan terhadap surga dan neraka, serta yaumul hisab, ialah masalah-masalah
agama yangg tidakk dapat dibantah lagi kepastiannya sehingga kita tidak punya
alasan untukk tidak meyakininya.
Misalnya firman Allah
SWT:
QS. An-Nisa’: 12:
ولكم نِصفُ ما ترك ازواجُكم ان لم يكن لهنَّ ولدٌ
Artinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua darii harta yangg ditinggalkan oleh
istri-istri kamu jika mereka tidakk mempunyai anak.”
QS. An-Nur : 2
الزَّانِيَةُ وَالزَّنِى فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا
مِاْئَةً جَلْدَةٍ
Artinya: “ Perempuan yangg berzina dan laki-laki
yangg berzina, maka deralah tiap-tiap orang darii keduannya seratus kali
dera”. (Q.S An Nur : 2)
Kata “seratus kali” tidakk
mengandung kemungkinan ta’wil atau pemahaman lain. Dengaan demikian ayat ini bersifat qath’i al-dalalah maksudnya bahwa had zina itu seratus kali
dera, tidakk lebih, dan tidak kurang.
Sedangkan ayat yangg mengandung hukum zhanni ialah lafadz-lafadz yangg dalaam Al-Quran mengandung pengertian lebih darii satu dan
memungkinkan untuk di-ta’wilkan. Nash
yang zhanni dilalahnya yaitu nash yangg menunjukkan suatu makna yangg dapat di-ta’wil
atau nash yang mempunyai makna lebih dari satu, baik karena lafazhnya musytarak
(homonim) ataupun karena susunan kata-katanya dapat dipahami dengaan berbagai
cara, seperti dilalah isyarat-nya, iqtidha-nya dan sebagainya.[3]
Contoh ayat yangg zhanni, misalnya:
QS. Al Baqarah : 228
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَر بصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَثَةَ قُرُوْءٍ
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak
hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru”. (Q.S. Al Baqarah : 228).
Lafadz quru’ dalam bahasa arab
ialah musytarak (satu kata terdapat
dua makna atau lebih). Di dalaam ayat tersebut bisa berarti bersih
(suci) dan kotor (masa haidh) pada nash tersebut memberitahukan bahwa
wanita-wanita yangg ditalak harus menunggu tiga kali quru’.[4]
dengaan demikian, akan timbul dua pengertian yaitu tiga kali bersih atau tiga
kali kotor. jadi adanya kemungkinan itu, maka ayat tersebut tidak dikatakan
qath’i. karena itu dalaam hal ini para imam mujtahid berbeda pendapat tentang
masa menunggu (‘iddah) bagi wanita yangg dicerai, ada yangg
mengatakan tiga kali bersih dan ada yangg mengatakan tiga kali haid.[5]
BAB III
KESIMPULAN
Ø Al-Quran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada
Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,
diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas
Ø
Istilah qath’i dan zhanni masing masing terdiri atas dua bagian,
yaitu yangg menyanggkut al-tsubut (kebenarans umber) dan al-dalalah (kandungan makna). Tidakk terdapatt perbedaan
pendapat dikalangan umat Islam menyangkut kebenaran sumber Al-Quran.
Semua bersepakat meyakini bahwa redaksi ayat-ayat Al-Quran yangg terhimpun
dalaam mushaf dan dibaca kaum muslim diseluruh penjuru dunia ialah sama tanpa
sedikitpun perbedaan dengaan yangg diterima Nabi Muhammad saw darii
Allah melalui malaikat jibril.
Ø Asbabun Nuzul khusus
dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi turunya Al-Quran
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. Ulum Al-Quran, Pustaka
setia,Bandung:2000
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqih,
Ciputat:PT Lagos wacana ilmu,1997
Khallaf, Abdul
Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh,
Semarang: Dina Utama, 1994
Syihab, Quraish, Membumikan Al-Quran,
Bandung: Mizan, 1999
Komentar
Posting Komentar