Sebuah Artikel : Tabir Kontradiksi Ikatan Suci dengan Kata “Pacaran”



Tabir Kontradiksi Ikatan Suci dengan Kata “Pacaran”
Ikatan Suci dalam sebuah hubungan sudah lumrah kita sebut dengan kata “Pernikahan”. Hal tersebut kontradiksi dengan istilah trend anak remaja pada era iptek yang serba modis ini. Sadar hukum tidak tumbuh dalam diri setiap insan, karena pemikiran suatu otak dengan otak yang lain tidaklah sama. Jika dalam istilah hukum ada istilah “sadar hukum”, maka dalam istilah hubungan juga ada istilah “sadar hubungan”, dengan maksud bahwa harusnya memang ada kesadaran antara hubungan yang halal dan haram. Pemikiran pemuda saat ini beranggapan bahwa pacaran merupakan hubungan yang sudah halal, seperti yang kita ketahui dari berbagai contoh yang sudah lazim ditemukan, layaknya panggilan yang mnyerupai pasangan yang halal (mama-papa, ayah-bunda dan mami-papi dll.), juga perlakuan mereka yang lumrah disebut dengan Romantis. padahal dalam perspektif islam, Romantis merupakan pasangan halal dalam hal memadu cinta. Tidak ada istilah Romantis dalam hubungan pacaran, namun yang ada hanyalah nafsu dan syahwat syaitan semata, siapa yang sadar melakukan perbuatan dosa yang terasa amat manis diperbuat?
Kalau kita ikuti Sunah Rasulullah, Cinta akan menjelma pengorbanan yang indah.coba kita lihat suami-istri di sekeliling kita, Seorang suami yang tatapannya selalu menghangatkan hati sang istri, sukarela memayungi bidadarinya, membawakan tasnya, membukakan pintu mobil, atau memakaikan helm untuknya.dalam sekejap, ramailah dunia mereka. “cinta memang indah, selalu indah).
Mari selanjutnya kita bandingkan pacaran ala anak remaja, cinta mereka akan menjelma menjadi romantika yang bersifat sementara saja. Pegangan tangan, berpelukan, saling bercumbu rayu bahkan melebihi hal itu, ada pula yang sampai menuju puncak perzinahan, setelah berbagai hal telah dilakukan dalam pasangan tersebut, tahap terakhir merupakan kata “putus”. Maka selanjutnya sang lelaki merasa bangga karena telah melakukan apa yang memuaskan hawa nafsunya. Sedangkan sang gadis hanya bisa menyesali apa yang telah ia perbuat, juga berarti diri sang gadis bukan untuk suaminya saja, bahkan untuk seorang pacar sebelum suaminya. Alangkah ruginya seorang wanita jika ia memberikan kehormatan dirinya kepada lelaki yang tidak senonoh dan merendahkan martabatnya sendiri. Na’udzubillahi min dzalik
Melalui pernikahan, seorang pemuda dan pemudi dapat mengikuti fitrah mereka untuk berkasih sayang, memenuhi kebutuhan akan perhatian dan lembutnya cinta. Melalui pernikahan, keduanya akan berusaha menjalankan tanggung jawab sebagai pasangan, bukan dengan cara yang kotor dan membawa kerusakan.
Allah mensyariatkan pernikahan. Salah satu manfaat pernikahan adalah sebagai benteng kita dari perbuatan keji dan hina. Padahal syariat pernikahan sudah ada sejak zaman dulu, jauh hari dari kepungangodaan tak sebanyak sekarang. Pernikahan adalah cara yang Insyaallah efektif untuk memelihara kita dari kerusakan akhlak.
Sekarang pembaca bisa membandingkan sekaligus memilih mana yang akan anda terapkan? Tetap konsisten dengan kata “pacaran” atau sudah sadar hubungan bahwa ikatan suci adalah hakikat cinta yang disyari’ahkan islam? Semua tergantung bagaimana anda menyikapi hal ini. Namun ada hal yang perlu diingat, “manisnya dosa akan tumbuh menjadi kepahitan akhir”.

Oretan Pena : Husnayain Hafsya As-sa’idiy
Ditulis di       : Sumenep
Tanggal         : 16 Oktober 2016


Komentar

Postingan Populer